Jumat, Agustus 06, 2010

Areal Peternakan Terpadu Ketapang Krisis Air Bersih

TAKENGON - Areal Peternakan Terpadu Ketapang di daerah Waq, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, sejak beberapa tahun terakhir mengalami krisis air. Akibatnya, para peternak harus mengangkut air hingga dua kilometer lebih untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk keperluan ternak.

Bahkan akibat kekurangan air di areal peternakan itu, menjadi salah satu faktor penyebab kematian ternak karena mengalami dehidrasi (kekurangan cairan). Sementara itu, bak-bak penampung air yang telah dibangun di lokasi peternakan, mulai tidak berfungsi karena tidak dialiri air yang disebabkan sebagian jaringan pipa mulai rusak serta berkurangnya debit air pegunungan yang ada di daerah itu. Kondisi itu diketahui ketika anggota Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRK Aceh Tengah, melakukan pengecekan ke lokasi tersebut Selasa (3/8). Tim Pansus DPRK Aceh Tengah, yang beranggotakan Imaddudin (Hanura), Bardan Sahidi (PKS), Wajaddal Muna (PAN), Hamdan SE (PBB), Umar SH (PPP), Ismail SE (Demokrat) dan Arlina (Demokrat) mendatangi areal peternakan untuk melihat langsung kondisi Peternakan Terpadu Ketapang yang telah menyedot anggaran miliaran rupiah, sejak tahun anggaran 2004.

Menurut penjelasan salah seorang petugas UPTD Peternakan Terpadu Ketapang, kepada Tim Pansus DPRK Aceh Tengah, menyebutkan, sedikitnya terdapat enam kasus ternak yang mati disebabkan oleh dehidrasi karena kurangnya pasokan air di lokasi peternakan. Sebagian ternak-ternak itu ditemukan mati dilokasi kubangan yang telah mengering, sehingga perbaikan sarana air bersih sangat diperlukan di areal peternakan tersebut. Selama ini, para patugas maupun peternak harus mengangkut air dari aliran sungai Kampung Waq dan Kala Ili yang jaraknya mencapai tiga kilometer lebih dari lokasi peternakan.

“Ada beberapa kasus ternak mati karena kekurangan air. Memang di lokasi ternak ini memang sangat sulit mendapatkan air,” kata seorang petugas UPTD Peternakan Terpadu Ketapang kepada Tim Pansus

Dikatakan, bak-bak penampung yang telah dibangun di lokasi peternakan pernah lagi dialiri air karena pasokan air sejak beberapa tahun terakhir telah terhenti karena faktor kerusakan pipa-pipa air. Kerusakan itu, diperparah dengan mulai berkurangnya debit air dari pegunungan sehingga tolakan air tidak mampu lagi menjangkau bak-bak penampung yang berada di daerah yang lebih tinggi di lokasi peternakan itu.

“Mau ngak mau kami harus setiap hari mengangkut air. Tetapi yang sayang para peternak yang tidak memiliki transportasi, mereka harus berjalan kaki untuk mengambil air,” sebut petugas ini menjawab pertanyaan Tim Pansus DPRK Aceh Tengah.

Melihat kondisi tersebut, Anggota Tim Pansus DPRK Aceh Tengah, Bardan Sahidi, meminta agar pihak pengelola UPTD, Dinas Peternakan maupun Pemkab Aceh Tengah, dapat segera melakukan perbaikan saluran air di lokasi Peternakan Terpadu Ketapang Linge, sehingga tidak menjadi faktor pemicu ‘gagalnya” proyek peternakan yang telah menelan anggaran miliaran rupiah hanya gara-gara tidak adanya saluran air. “Sangat kita sayangkan, jika peternak disana (Ketapang-red) membuat ibadah menjadi nomor dua karena tidak ada air. Krisis air ini harus segera dibenahi sehingga tidak menjadi menahun,” kata Bardan Sahidi.

Pantauan Serambi di lokasi Peternakan Terpadu Ketapang, kondisi areal peternakan tersebut, terlihat gersang karena sebagian besar merupakan kawasan hutan pinus. Bahkan, para peternak di daerah itu kesulitan untuk mencari sumber air karena areal peternakan sebagian kering, sehingg para peternak selain mengambil air dari kawasan sungai yang jaraknya cukup jauh, juga mengharapkan segera turun hujan sehingga kebutuhan air bagi para peternak segera terpenuhi.(c35)

Tidak ada komentar: