Senin, Januari 28, 2008

Memperoleh Air Bersih Di Sinabang Sesulit Di Gurun Sahara


Cetak E-mail
Monday, 28 January 2008 03:00 WIB
WASPADA Online

Dari 82.000 penghuni pulau Simeulue saat ini, diperkirakan sepertiga berdomisili di kota Sinabang—Ibukota Kabupaten Simeulue, penduduk kota yang terdiri dari multi etnis, umumnya menggunakan bahasa jame sebagai bahasa sehari-hari.

Warga Simeulue, khususnya di kota Sinabang yang heterogen, meski diklaim banyak pihak mayoritas hidup di bawah garis prasejahtera. Namun kemiskinan tidak membuat warga kelimpungan, lalu menghalalkan semua cara untuk memenuhi kebutuhah hidup.

"Ada memang yang menempuh cara illegal untuk menjadi kaya," kata sebuah sumber di sana. Tapi menurut dia, intensitasnya kecil bila dibanding dengan di luar sana. Ditengarai hanya oknum yang memiliki jabatan di pemerintahan, sedangkan oknum masyarakat murni—petani, nelayan, pedagang nyaris tidak ada.

Lah, bicara tentang warga di perkotaan Sinabang, seorang pegawai Pengadilan Negeri Sinabang, Sabaraduin alias Saudin, kepada Waspada kemarin menuturkan yang paling menarik untuk dipikirkan masalah sulitnya memperoleh air bersih bagi warga Sinabang. Ini adalah persoalan krusial yang sudah berlangsung lama.

Benar memang. Media ini sendiri sudah sejak beberapa tahun lalu intens menyuarakan persoalan air bersih bagi kebutuhan warga perkotaan itu. Betapa tidak, tatkala musim kemarau tiba siapapun pasti merasa prihatin bila melihat ibu rumah tangga, khususnya yang hidup pas-pasan. Terkadang dengan menggendong bayi sembari mengikat pinggang kuat harus mengangkat air bertimba, berjerigen dari jarak kiloan meter.

Bahkan tak jarang kalau sudah hujan tidak turun lebih seminggu, sebagian bocah-bocah khusus yang pria meski keselamatan jiwa terancam tenggelam atau disantap ikan-ikan ganas, mereka tetap terjun dan mandi laut untuk memperoleh air bersih.

"Kesulitan utama kami warga Sinabang, yakni soal air bersih. Terkadang kalau saat kemarau datang untuk mendapat air bersih sesulit orang yang berada digurun Sahara," kata Jari, ibu rumah tangga separuh baya yang berdomisili di Dusun Sedap Malam, Desa Suka Maju Sinabang, suatu ketika.

Tetangganya War, 50, mengutarakan hal serupa. Menurutnya, kebutuhan air bersih selama ini, dia dan umumnya warga kota Sinabang, bergantung pada tadahan. Air hujan lalu ditampung dalam bak. Namun bila tiba musim kemarau, keadaan ini membuat mereka paling menderita.

Apalagi katanya, bagi orang-orang yang ekonomi lemah. Maklum, kalau membeli air dari motor tanki yang sering keliling, harganya selangit.

Menghadapi persoalan ini berbagai kalangan di Simeulue, mengharapkan pemerintahaan Darmili yang sejak awal memerintah telah mencanangkan pengadaan sarana dan prasarana air bersih sebagai salah satu program utama dalam visi dan misi mereka sebagaimana yang disampaikan selama dua kali berturut menjelang Pilkada silam agar segera mewujudkannya.

Warga memang menyadari dalam masa pemerintahaan sebelumnya, Darmili dan Almarhum Ibnu Aban GT Ulma telah menampakkan komitmen mengupayakan penyegeraan beragam sarana dan prasarana kebutuhan masyarakat. Termasuk fasilitas air bersih.

Tapi apa lacur sebut sumber, ditengarai rendahnya pengawasan membuat program sarana air bersih di Simeulue tak kunjung rampung hingga kini. "Jangankan mendapat air bersih yang saban waktu mengalir dari bendungan dan pipa yang ditanam di Simeulue dengan uang rakyat itu, mengalir saja juga belum," kata Iwan Setiawan, seorang pemuda di Sinabang, kemarin.

Bahkan dia menyebutkan, pipa yang ditanam beberapa waktu lalu, sebagian hingga kini masih berserakan di pinggiran jalan Kota Sinabang. Selain membuat air tak mengalir juga telah membuat pemandangan semak. Galian-galian yang belum ditutup juga dapat mengancam keselamatan pengguna jalan umum.

Benar, kondisi janggal ini pantauan Waspada dapat dipastikan hingga hari ini (baca: Senin) masih bisa dilihat dengan mata telanjang oleh siapa saja yang melintas di jalan utama dalam kota Sinabang, khususnya di kawasan Desa Suka Karya, juga beberapa gang di Desa Suka Maju.

Kepala Kantor Perusahaan Air Minum (PAM) Sinabang, yang sebentar lagi lembaga ini berubah nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Simeulue, Ir. H. Rasmal Khaar, kemarin menyatakan maklum dengan keluhan warga. Atas nama Pemerintah Simeulue, dia menyatakan terus berupaya untuk mempercepat penyiapan sarana air bersih.

Katanya, kini semua sarana untuk itu dalam tahap finishing. Ditargetkan dalama tiga bulan ke depan sudah selesai. Menurutnya, untuk masalah waduk, bendungan air PDAM di hulu sungai Kuala Makmur, masuk finishing diikerjakan oleh sebuah NGO asing—Sabsas. Sedangkan penanaman pipa hingga ke kota ditangani BRR.

Untuk memaksimalkan hasil kerja kedua lembaga ini, Rasmal Khaar selaku anak pulau sekaligus sebagai Kepala Kantor PAM Sinabang mengaku terus memberikan pengawasan dan dia juga mengimbau kepada para kontraktor yang menangani penggalian dan penanaman pipa PDAM untuk segera menyelesaikan tanggungjawab mereka selaku pelaksana proyek.
Rahmad (ags)