Jumat, Agustus 27, 2010

320 KK konsumsi air asin

ACEH TIMUR - Sejak merdeka hingga kini sedikitnya 320 Kepala Keluarga (KK) di Desa Kuala Simpang Ulim, Kecamatan Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur, masih konsumsi air asin. Pasalnya, di wilayah pesisir itu hingga kini belum tersedia air bersih yang layak dikonsumsi.

Abu Rih, (35), tokoh masyarakat setempat, mengungkapkan, kondisi seperti itu telah dialami sejak merdeka, namun yang sangat terasa pasca tsunami akhir 2004 silam.

“Sebelum tsunami jalan dan jembatan masih bagus, jadi mobil tangki yang mengangkut air bersih bias masuk, tapi sekarang akibat tidak ada lagi jembatan sehingga air harus didatangkan dengan sepeda motor, dan harganya lumayan mahal,” tuturnya, pagi ini.

Abu Rih menjelaskan, jembatan yang putus akibat diterjang tsunami yakni jembatan utama yang menghubungkan Desa Kuala Simpang Ulim dengan pusat ibukota.

“Selama ini hampir ribuan jiwa disini mengkonsumsi air asin, pasalnya instalasi yang telah dipasang pihak PDAM, hingga kini tidak dialiri air,” sebut Abu Rih.

Menurutnya, untuk pemasangan instalasi air bersih oleh PDAM, masyarakat telah membayarnya dengan harapan air bersih segera masuk ke sana.

 Tetapi, lanjutnya, yang didapatkan masyarakat berbalik, hingga bertahun-tahun belum ada tanda-tanda akan masuknya air bersih ke sana melalui instalasi yang telah terpasang hingga ke rumah-rumah.

Dalam mendapatkan air bersih, katanya, warga yang mampu terpaksa membeli air bersih dari pemasok dengan harga Rp7.000 per jerigen. Sementara bagi warga yang tidak mampu membeli harus mengkonsumsi air asin yang ada di dalam sumur masing-masing.

“Pihak PDAM berjanji setelah selesai pemasangan pipa, langsung dialiri airnya, tapi nyatanya tidak, sudah bertahun-tahun belum juga dipasok sesuai dengan prosedur yang ada,” sebut Abu Rih dengan nada geram.

 Atas ketidakpuasan masyarakat di Kuala Simpang Ulim, pihaknya kembali menyarankan agar segera dipasok air bersih yang layak dikonsumsi, sehingga kondisi krisis air bersih dapat segera diakhiri.

 “Herannya, sudah berulangkali hal ini disampaikan kepada DPRK Aceh Timur, namun tidak ada hasil apapun,” sebutnya.

Editor: WAHYU HIDAYAT
(dat04/wsp)

Air PDAM Tirta Tawar Keruh

TAKENGON - Sejak beberapa pekan terakhir sejaumlah pelanggan PDAM Tirta Tawar di Takengon, Aceh Tengah, mengeluh. Pasalnya air bersih yang disuplai perusahaan daerah itu ke beberapa kampung, keruh. Beberapa pelanggan malah terpaksa membangun sumur bor untuk mendapatkan air bersih.

Fitri, seorang pelanggan PDAM warga Kampung Kemili, kepada Serambi, Senin (23/8) mengatakan, sejumlah pelanggan di kampungnya sejak beberapa pekan terakhir mendapat pasokan air keruh, dan tidak layak dikonsumsi. “Sudah beberapa minggu ini kondisi airnya keruh dan berwarna putih susu,” lapor Fitri.

Sementara itu beberapa warga kampung Kampung Baru, dan Takengon Barat, Kecamatan Lut Tawar, terpaksa patungan membuat sumur bor karena sejak beberapa tahun terakhir kesulitan mendapatkan air bersih. Beberapa warga setempat menyesalkan sikap PNPM yang menolak membantu membangun sarana air bersih untuk masyarakat. Padahal, kondisi pasokan air bersih dari PDAM Tirta Tawar, ke daerah itu tidak pernah lagi mengalir.

“Kami meminta kepada pihak PNPM agar bisa dibantu dana, membuat sumur bor untuk kepentingan umum di kampung ini tetapi itupun ditolak,” kata Heri salah seorang warga Kampung Baru, kepada Serambi, Senin (23/8).

Hingga berita ini diturunkan belum didapat konfirmasi dari pihak PDAM Tirta Tawar menyangkut penyebab keruhnya air yang disuplai PDAM kepada pelanggan.(c35)

Sabtu, Agustus 21, 2010

Wali Kota Akui Pelayanan Air Bersih belum Maksimal

Thu, Aug 19th 2010, 14:30
BANDA ACEH - Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin mengaku pelayanan penyediaan air bersih untuk warga kota hingga saat ini belum maksimal. Padahal, berkat bantuan negara donor, instalasi pompa air (Water Treatment Plant) milik PDAM Tirta Daroy di Lambaro kini mampu memproduksi air bersih melebihi kebutuhan seluruh warga Banda Aceh. Namun sebagian kawasan permukiman seperti di Punge Jurong, Ulee Lheue, Lampulo, Keudah, Gampong Jawa, dan sejumlah kawasan lainnya masih saja kesulitan mendapatkan air bersih.

Menurut Mawardy, masalah kebocoran pipa yang belum diperbaiki, banyaknya pencurian air melalui penyambungan pipa secara ilegal, dan pelanggan yang menggunakan pompa penghisap untuk menarik air PDAM, menjadi faktor yang menyebabkan distribusi air ke rumah-rumah warga tidak maksimal.

“Kami mengakui masih ada daerah-daerah yang belum menikmati air bersih, terutama kawasan yang terkena tsunami. Namun, kami sedang berusaha agar daerah tersebut bisa mendapat air bersih secepatnya,” kata Mawardy, Sabtu (14/8). Dalam hal produksi, instalasi pompa air PDAM Tirta Daroy kini mampu menghasilkan 642 liter/detik. Sementara, kebutuhan air untuk warga Kota Banda Aceh hanya 300 liter/detik. Artinya, kapasitas produksi saat ini melebihi kebutuhan warga. “Melihat fakta tersebut, seharusnya pelayanan air sudah maksimal,” ujarnya.

Namun, peningkatan kapasitas produksi itu belum sejalan dengan upaya perbaikan jaringan pipa distribusi. Padahal sejumlah negara donor, khususnya Jepang, sudah membantu penggantian pipa yang rusak sejak beberapa tahun lalu. Sedangkan Pemko Banda Aceh, baru menganggarkan dana untuk perbaikan jaringan tersebut pada tahun 2011.

“Banyak pipa yang bocor membuat air tidak bisa didistribusi secara maksimal. Kami juga mengharapkan warga yang sudah mendapat air bersih tapi belum menjadi pelanggan, agar segera menjadi pelanggan. Dan daerah yang belum dapat air, segera melapor ke PDAM, agar PDAM bisa mencari solusi untuk segera mengatasinya,” kata Mawardy.(c47)

Kamis, Agustus 19, 2010

75 Persen Warga Batee Konsumsi Air Payau

SIGLI - Diperkirakan sekitar 75 persen atau 14.475 dari 19.300 jiwa penduduk Kecamatan Batee, Pidie, masih mengkonsumsi air payau (Aceh: lagang). Kendati sejak tiga tahun lalu pemerintah telah membangun instalasi pengolahan air bersih (water treatment plant/WTP) di Gampong Teupien Raya, Batee, namun sampai sekarang fasilitas tersebut belum berfungsi.

Camat Batee, Pidie, M Adam Ibrahim kepada Serambi, Rabu (18/8) mengatakan, selama puluhan tahun sebagian besar warga Batee yang umumnya berdomisili di pesisir pantai, tidak dapat menikmati air tawar. “Hanya 4.825 jiwa atau sekitar 25 persen yang dapat menikmati air tawar layak konsumsi yang diperoleh dari enam sumur bor,” ujar M Adam.

Kalaupun ada sebagain besar warga Gampong Geunteng Barat dan Geunteng Timur yang mengkonsumsi air tawar, tambah Camat Batee, itu pun diperoleh dari sumur galian di dekat pantai.

Menurut camat, seharusnya pemerintah segera menindaklanjuti proyek WTP Teupien Raya. Karena fasilitas tersebut hingga saat ini belum bisa dimanfaatkan lantaran pipa belum tersambung ke rumah-rumah warga. “Ini tinggal lanjutan saja. Dan jika WTP itu berfungsi, kami kira seluruh warga di Kecamatan Batee tidak lagi kalang kabut untuk memperoleh air bersih layak minum,” jelasnya.

Aiyub (45) warga Gampong Teupien Raya, Bate secara terpisah kepada Serambi, mengungkapkan, di seputar kompleks WTP telah ditumbuhi ilalang. “Kami khawatir proyek miliaran rupiah itu akan mubazir dan menjadi onggokan besi jika pemerintah tak mensikapi kelanjutannya dan ribuan warga Batee akan sepanjang tahun tidak dapat menikmati air layak konsumsi,” pungkasnya.(c43)

Jumat, Agustus 13, 2010

PDAM Tamiang Gratiskan Air untuk Masjid

KUALA SIMPANG – PDAM Aceh Tamiang selama bulan Ramadan 1431 H menggratiskan air untuk kebutuhan ibadah seiring meningkatnya jamaah di sejumlah masjid di Aceh Tamiang. Kebutuhan air untuk salat sebanyak 3.500 meter kubik. Direktur PDAM Aceh Tamiang, Suhairi kepada Serambi, Kamis (11/8) mengatakan, selama bulan puasa pihaknya memberikan air gratis untuk pelanggan rumah ibadah. Di Tamiang ada 51 masjid dan puluhan musala.

Rumah ibadah pada bulan puasa tidak dikutip rekening pembayaran air namun mereka hanya membayar biaya beban sebesar Rp 7.000. “Kita sudah putuskan program ini bersama direksi dan mereka setuju,” ujarnya

Pemberian air gratis merupakan bentuk amal dan kepedulian PDAM terhadap Aceh Tamiang karena pada bulan Ramadan jamaah pada setiap masjid dan musala meningkat drastis. “Kita perkirakan kebutuhan air untuk musala dan mssjid meningkat dari 2.800 liter menjadi 3.500 meter kubik,” ujarnya.

Namun untuk pelanggan yang lain, Suhairi menghimbau, agar warga tetap menghemat air dan PDAM tetap memberikan pelayanan yang terbaik. “Kita menekan gangguan pelayanan seminim mungkin dengan kerja cepat, tepat dalam mengatasi masalah,” sebutnya. Saat ini jumlah sambungan PDAM sebanyak 7.105 pelanggan karenanya warga juga diminta berperan aktif melapor pada PDAM jika ada pencurian air.(md)

Pencurian Air Marak

LHOKSUKON - Pencurian air milik PDAM Tirta Mon Pase, Aceh Utara dalam beberapa waktu terakhir marak dilakukan warga. Informasi yang diterima Serambi, Kamis (12/8) menyebutkan, pencurian air terjadi di Kecamatan Tanah Luas, Tanah Pasir, Lapang, dan Kecamatan Lhoksukon.

Direktur Utama PDAM Tirta Mon Pase, Zulfikar Rasyid, menyebutkan pihaknya juga mendapatkan informasi bahwa masih ada pencurian air minum milik perusahaan daerah itu. “Benar, masih ada pencurian air sampai sekarang. Dua minggu lalu, kita tertibkan di Kecamatan Lapang, dapat 25 rumah yang mencuri air, lalu kita minta mereka bayar air dan pasang meteran air agar sah,” ujarnya.

Saat ini, tambah Zulfikar, pihaknya sedang menurunkan tim untuk penertiban pencurian air. Dikatakan, warga yang mencuri air wajib membayar Rp 950.000 untuk biaya pemasangan pertama, biaya meteran Rp 20.000, plus ditambah biaya seberapa lama sudah air tersebut dicuri.

“Misalnya satu tahun, maka ia wajib bayar satu tahun, kita hitung satu bulan kira-kira dia bayar berapa,” ungkap Zulfikar serya berharap masyarakat tidak lagi mencuri air, sehingga tak merugikan perusahaan tersebut.(c46)

Rabu, Agustus 11, 2010

PDAM Tolak Tanggapi Keluhan Warga Tibang

Direktur PDAM: Sebagian Warga bukan Pelanggan
BANDA ACEH - Warga dua dusun di Gampong Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, mengeluhkan tidak mendapai suplai air PDAM di permukiman mereka. Padahal, di Dusun Meulagu dan Meulingke itu terdapat lebih dari 250 jiwa yang membutuhkan suplai air bersih setiap harinya. Keluhan warga yang disampaikan Keuchik Gampong Tibang itu ditanggapi oleh Direktur PDAM Tirta Daroy, dengan mengatakan bahwa sebagian warga yang menikmati air di gampong tersebut bukan pelanggan PDAM. Sehingga pihak PDAM Tirta Daroy menolak menangani keluhan yang disampaikan warga.

Keuchik Gampong Tibang, Mahyiddin Makam kepada Serambi mengatakan, ia telah beberapa kali mengirim surat ke PDAM Tirta Daroy untuk menyampaikan keluhan sejumlah warganya yang sudah setahun tak menerima suplai air dari PDAM. Keluhan warga itu juga ia tembuskan ke Pemko Banda Aceh. Namun, hingga kini keluhan masyarakat itu tak juga ditanggapi baik oleh PDAM Tirta Daroy yang mengelola distribusi air, maupun oleh Pemko Banda Aceh sebagai pemilik BUMD dimaksud.

“Memasuki bulan Ramadan, tentu masyarakat sangat membutuhkan air. Meskipun distribusi air bersih cukup normal di Gampong Tibang, Namun warga di Dusun Meulagu dan Meulingke, masih ada yang belum mendapatkan air bersih. Keluhan itu sudah saya sampaikan, tapi belum ditindaklanjuti,” ujar Mahyiddin, Minggu (8/8).

Ia menduga, tidak mengalirnya air ke dua dusun itu disebabkan ada bagian pipa yang tersumbat. Sehingga distribusi air menjadi tidak lancar. “Kami berharap ada petugas yang turun mengecek hal itu. Barangkali ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Selama ini warga rutin membayar tapi tidak dialiri air,” ungkap Mahyiddin.

Tolak tanggapi keluhan
Sementara Direktur PDAM, Junaidi membantah bahwa warga yang tak menerima suplai air mencapai dua dusun. Menurutnya warga yang tak mendapat suplai air hanya di satu dusun. Dia menyebutkan, satu dusun itu berada di ujung Gampong Tibang, dan sebagian warga di dusun itu bukan pelanggan PDAM. Sehingga pihaknya menolak menanggapi keluhan warga tersebut.

Kepada Serambi, Junaidi menjelaskan ada warga di dusun tersebut yang belum menjadi pelanggan tetap PDAM, tapi sudah menikmati air secara gratis dengan sebebas-bebasnya. Bahkan, terkait masalah itu, pihaknya telah melayangkan surat beberapa kali kepada keuchik setempat. Surat dimaksud, sebut Junaidi, terkait permintaan penertiban terhadap warga yang tidak berhak menikmati air, karena belum menjadi pelanggan PDAM. “Namun permintaan kami agar dilakukan penertiban terhadap warga itu belum dilaksanakan sampai saat ini,” kata Junaidi, kemarin.

Dia juga menambahkan, pihaknya tidak mau menanggapi keluhan warga itu karena setelah sekian lama menikmati air bersih, masih ada warga yang tidak melapor dan mendaftarkan diri sebagai pelanggan PDAM Tirta Daroy. “Inilah kondisi yang selalu kami hadapi. Kalau dia betul-betul pelanggan PDAM tentu akan melaporkan hal itu langsung ke kantor. Dengan cepat kami akan menurunkan petugas ke lokasi untuk mengecek kerusakan itu. Kami juga menjamin, kalau dia memang seorang pelanggan tapi tidak mendapatkan air dari PDAM, silahkan tidak usah membayar,” ujarnya.(mir)

Senin, Agustus 09, 2010

Krisis Air Bersih Tunong Bugeng Teratasi

Tiga Sumur Bor Dibangun

IDI - Krisis air bersih yang mendera warga Desa Tunong Bugeng, Kecamatan Darul Falah, Aceh Timur, sejak puluhan tahun silam kini teratasi sudah, menyusul telah rampungnya pembangunan tiga unit sumur bor di desa tersebut, dengan dana Program Nasional Perberdayaan Masyarakat Mandiri-Pedesaan (PNPM-P) tahun anggaran 2009.

Camat Darul Falah, Tarmizi, menyebutkan, pembangunan tersebut terwujud berkat kerja sama semua pihak, termasuk peran aktif dari masyarakat desa. “Kita sangat bersyukur, karena pembangunan ini telah rampung,” kata Tarmizi, usai acara peusijuek dan peresmian ketiga sumur bor itu, Sabtu (7/8).

Sebelum sarana air bersih itu dibangun, terang camat, mayoritas warga Desa Tunong Bugeng, terpaksa menggunakan air sungai yang keruh untuk segala keperluan sehari-hari. Meski ada yang menggunakan air sumur tradisional, kata camat, jumlahnya sangat kecil dan rata-rata airnya juga keruh.

“Saat musim kemarau, sumur tradisonal itu tidak bisa dimanfaatkan karena kekeringan. Mau tak mau, warga harus menggunakan air sungai untuk segala kebutuhan. Kondisi ini berdampak buruk terhadap kesehatan, apalagi warga juga mencuci pakaian di sungai dan di sepanjang pinggirannya terdapat jamban,” ungkap Tarmizi.

Fasilitator PNPM Kabupaten Aceh Timur, Hamzah ST, kepada wartawan mengatakan, ketiga sumur bor tersebut dibangun dengan total dana Rp 209.570.000. Pihaknya berharap, fasilitas yang telah ada agar dijaga bersama-sama, supaya tetap terawat dan krisis air bersih terus teratasi sepanjang tahun.

Selain peresmian tiga unti sumur bor di Desa Tunong Bugeng, pada hari yang sama juga diresmikan satu unit jembatan di Desa Tunong Ulee Gajah, Kecamatan Darul Falah. Jembatan ini juga dibangun dengan dana PNPM sebesar Rp 150 juta.(is)

Jumat, Agustus 06, 2010

Areal Peternakan Terpadu Ketapang Krisis Air Bersih

TAKENGON - Areal Peternakan Terpadu Ketapang di daerah Waq, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, sejak beberapa tahun terakhir mengalami krisis air. Akibatnya, para peternak harus mengangkut air hingga dua kilometer lebih untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk keperluan ternak.

Bahkan akibat kekurangan air di areal peternakan itu, menjadi salah satu faktor penyebab kematian ternak karena mengalami dehidrasi (kekurangan cairan). Sementara itu, bak-bak penampung air yang telah dibangun di lokasi peternakan, mulai tidak berfungsi karena tidak dialiri air yang disebabkan sebagian jaringan pipa mulai rusak serta berkurangnya debit air pegunungan yang ada di daerah itu. Kondisi itu diketahui ketika anggota Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRK Aceh Tengah, melakukan pengecekan ke lokasi tersebut Selasa (3/8). Tim Pansus DPRK Aceh Tengah, yang beranggotakan Imaddudin (Hanura), Bardan Sahidi (PKS), Wajaddal Muna (PAN), Hamdan SE (PBB), Umar SH (PPP), Ismail SE (Demokrat) dan Arlina (Demokrat) mendatangi areal peternakan untuk melihat langsung kondisi Peternakan Terpadu Ketapang yang telah menyedot anggaran miliaran rupiah, sejak tahun anggaran 2004.

Menurut penjelasan salah seorang petugas UPTD Peternakan Terpadu Ketapang, kepada Tim Pansus DPRK Aceh Tengah, menyebutkan, sedikitnya terdapat enam kasus ternak yang mati disebabkan oleh dehidrasi karena kurangnya pasokan air di lokasi peternakan. Sebagian ternak-ternak itu ditemukan mati dilokasi kubangan yang telah mengering, sehingga perbaikan sarana air bersih sangat diperlukan di areal peternakan tersebut. Selama ini, para patugas maupun peternak harus mengangkut air dari aliran sungai Kampung Waq dan Kala Ili yang jaraknya mencapai tiga kilometer lebih dari lokasi peternakan.

“Ada beberapa kasus ternak mati karena kekurangan air. Memang di lokasi ternak ini memang sangat sulit mendapatkan air,” kata seorang petugas UPTD Peternakan Terpadu Ketapang kepada Tim Pansus

Dikatakan, bak-bak penampung yang telah dibangun di lokasi peternakan pernah lagi dialiri air karena pasokan air sejak beberapa tahun terakhir telah terhenti karena faktor kerusakan pipa-pipa air. Kerusakan itu, diperparah dengan mulai berkurangnya debit air dari pegunungan sehingga tolakan air tidak mampu lagi menjangkau bak-bak penampung yang berada di daerah yang lebih tinggi di lokasi peternakan itu.

“Mau ngak mau kami harus setiap hari mengangkut air. Tetapi yang sayang para peternak yang tidak memiliki transportasi, mereka harus berjalan kaki untuk mengambil air,” sebut petugas ini menjawab pertanyaan Tim Pansus DPRK Aceh Tengah.

Melihat kondisi tersebut, Anggota Tim Pansus DPRK Aceh Tengah, Bardan Sahidi, meminta agar pihak pengelola UPTD, Dinas Peternakan maupun Pemkab Aceh Tengah, dapat segera melakukan perbaikan saluran air di lokasi Peternakan Terpadu Ketapang Linge, sehingga tidak menjadi faktor pemicu ‘gagalnya” proyek peternakan yang telah menelan anggaran miliaran rupiah hanya gara-gara tidak adanya saluran air. “Sangat kita sayangkan, jika peternak disana (Ketapang-red) membuat ibadah menjadi nomor dua karena tidak ada air. Krisis air ini harus segera dibenahi sehingga tidak menjadi menahun,” kata Bardan Sahidi.

Pantauan Serambi di lokasi Peternakan Terpadu Ketapang, kondisi areal peternakan tersebut, terlihat gersang karena sebagian besar merupakan kawasan hutan pinus. Bahkan, para peternak di daerah itu kesulitan untuk mencari sumber air karena areal peternakan sebagian kering, sehingg para peternak selain mengambil air dari kawasan sungai yang jaraknya cukup jauh, juga mengharapkan segera turun hujan sehingga kebutuhan air bagi para peternak segera terpenuhi.(c35)