Minggu, Januari 10, 2010

Sulitnya Menaikkan Tarif yang Full Cost Recovery

PDAM Kab. Majalengka
Direktur PDAM Kabupaten Majalengka Aan Suhanda termasuk yang mengapresiasi baik keluarnya PMK 120 tahun 2008. PDAM yang tidak dapat mencicil bisa me-rescheduling utangnya sehingga diharapkan bisa menambah penguatan bagi PDAM tersebut. PDAM Majalengka sendiri bisa mencicil utang walaupun hanya sebatas pokoknya saja (sejak tahun 2000 hingga sekarang).
”Untuk business plan kami juga sudah menyusun meskipun pemahaman terhadapap PMK 120 belum optimal, kemampuan SDM masih terbatas dan sosialisasi regulasi pembuatan business plan juga kurang maksimal,” catat Aan.

Menurut Aan, belum diajukannya permohonan restrukturisasi oleh PDAM-nya dikarenakan lamanya proses penyesuaian tarif serta lamanya pembuatan business plan. Aan juga memuji komitmen bupatinya terhadap pengembangan PDAM yang bisa dilihat dari kehadiran beliau pada rapat yang diselenggarakan oleh Depkeu, maupun dukungan dalam bentuk surat pernyataan yang menjadi kelengkapan usulan business plan.
Mengenai upaya-upaya yang sudah dilakukan Perpamsi selama ini, dinilai Aan juga sudah cukup bagus. ”Namun sangat diharapkan lebih memperhatikan PDAM kecil yang memiliki potensi baik sumber air maupun pasarnya, tetapi tidak punya modal yang cukup,” katanya.

PDAM Kabupaten Maros
Berkenaan dengan program restrukturisasi, Direktur PDAM Kab. Maros HM. Sanusi ketika menjawab kuisioner Majalah Air Minum sangat mengharapkan bantuan konsultasi baik dari DPP Perpamsi maupun BPP-SPAM guna membimbing SDM PDAM dalam penyusunan business plan sesuai maksud dari PMK 120 tahun 2008.
Untuk diketahui, utang pokok PDAM Maros sekitar Rp2,9 miliar, sementara non-pokok sekitar Rp11,3 miliar. PDAM Maros juga termasuk salah satu PDAM yang belum mengajukan permohonan restrukturisasi. Namun, seperti dilaporkan Sanusi, saat ini PDAM sudah mulai menyusun business plan. Ada pun kendala yang ditemui antara lain adalah faktor SDM, serta tahun buku 2008 dan 2009 belum diaudit BPKP, sementara audit tahun buku 2009 dan 2010 direncanakan awal tahun 2010.
Upaya-upaya lain yang sudah dilakukan jajaran PDAM adalah melakukan penyesuaian tarif (2009), melaksanakan re-klasifikasi pelanggan (2009), mengikuti program penurunan NRW dan aplikasi GIS dengan bantuan teknis dan manajemen dari JICA (program tahun 2009-2011).
Menurut Sanusi dari sisi komitmen pemilik sudah cukup baik hal ini bisa dilihat dari disetujuinya tarif baru PDAM. Cuma kendalanya adalah kesulitan PDAM Maros menyusun financial projection dua tahun buku (2008 dan 2009) yang belum diaudit oleh BPKP. Maka itu Sanusi sangat berharap bantuan atau bimbingan pihak terkait.

PDAM Kab. Probolinggo
Diakui Dirut PDAM Kabupaten Probolinggo Riyadi Hamdani, adanya PMK 120 sangat membantu dalam penyelesaian utang PDAM. Saat ini PDAM Probolinggo dalam tahap penyusunan business plan. Sebelumnya, PDAM juga telah melakukan berbagai upaya seperti mengikuti sosialisasi PMK 120 yang diadakan Depkeu dan Perpamsi, melakukan penyesuaian tarif, penambahan cakupan dan meminimalisir kebocoran.
Ada pun kendala yang ditemui dalam penyusunan business plan adalah penyusunan Finpro karena menggunakan aplikasi excel dan penetapan tarif yang di atas FCR masih sulit diterima oleh konsumen PDAM.
Mengenai komitmen pemilik (bupati) dirasa Riyadi sudah cukup memadai dengan telah disetujuinya kenaikan tarif, bantuan investasi berupa jaringan perpipaan dan surat pernyataan kesanggupan bupati (going concern) untuk memberikan bantuan dana dalam hal PDAM tidak dapat melakukan pembayaran.
Kepada Perpamsi, Riyadi berharap bisa menjadi mediator PDAM untuk penyelesaian utang dalam program restrukturisasi. Serta, kalau bisa, mengusahakan perubahan pengenaan tarif PLN dari tarif industri menjadi tarif sosial.

PDAM Aceh Tamiang
Direktur PDAM Kab. Aceh Tamiang Suhairi pada prinsipnya menyambut baik PMK 120 yang memungkinkan utang non-pokok PDAM dihapus. Meski saat ini tercatat sebagai salah satu PDAM yang belum mengajukan permohonan restrukturisasi, namun bukan berarti PDAM Aceh Tamiang tidak melakukan upaya-upaya nyata.
Seperti dilaporkan Suhairi, saat ini jajaran PDAM sedang melakukan penyusunan business plan. Di samping itu, beberapa kegiatan dalam rangka program restrukturisasi telah pula diikuti PDAM baik yang dilakukan Depkeu maupun yang diinisiasi World Bank. Upaya lainnya meminta BPKP melakukan audit, menyusun Finpro dan business plan, serta melakukan penyesuaian tarif dari Rp1.000 menjadi Rp1.500 per meter kubik.
Seperti diketahui PDAM Aceh Tamiang merupakan PDAM pemekaran. Bersama Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pemekaran dari Kab. Aceh Timur yang diikuti oleh pemekaran PDAM. Utang pokok PDAM Aceh Tamiang adalah sekitar Rp8,8 miliar dan membengkak menjadi Rp36,038 miliar (pokok dan non-pokok).
Dikatakan, kendala PDAM Aceh Tamiang belum mengajukan permohonan restrukturisasi karena sampai saat ini kabupaten induk belum membuat perjanjian baru ke Depkeu sesuai besarnya persentase pinjaman yang telah diklarifikasi BPKP yakni Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 89,95 persen, Kota Langsa 10,05 persen dan Kabupaten Aceh Timur 0 persen.
”Di samping itu belum ada audit kinerja keuangan yang dilakukan BPKP. Ke depan saya berharap kiranya Perpamsi bisa menjembatani persoalan ini ke Depkeu, bila perlu seluruh utang pokok juga dihapuskan,” katanya.

PDAM Kabupaten Bulungan
Menurut Kabag Administrasi dan Keuangan PDAM Bulungan Warno Dipo, PMK 120 merupakan program yang lumayan baik dalam upaya penyehatan PDAM. Namun akan lebih baik jika penghapusan utang non-pokok dilakukan tanpa syarat sehingga PDAM tinggal membayar utang pokok sesuai kemampuannya berdasarkan reschedule yang diajukan dan disetujui Depkeu.
Dilaporkan, saat ini PDAM Bulungan belum dapat mengikuti program restrukturisasi karena belum selesainya addendum perjanjian pinjaman yang diajukan PDAM ke Depkeu berkaitan adanya pemekaran wilayah. Apabila telah ada kejelasan tentang kewajiban yang menjadi beban PDAM, pihak PDAM berencana untuk mengikuti program tersebut.
Kondisi keuangan PDAM Bulungan saat ini relatif memadai untuk menunjang kegiatan operasional. Adapun utang PDAM Bulungan, baik pokok maupun non-pokok adalah sebesar Rp9,5 miliar. Dengan jumlah sambungan 5.894 unit tarif dasar PDAM yang berlaku saat ini sebesar Rp1.480 (2008), cakupan pelayanan 30,15% dan kehilangan air 26,19 %.

PDAM Kabupaten Semarang
Dilaporkan Direktur PDAM Kabupaten Semarang Noor Haryadi, upaya-upaya yang telah dilakukan PDAM Kab. Semarang kaitan PMK 120 adalah telah mulai melakukan penyusunan business plan dan mengkomunikasikan dengan stakeholders yang berkepentingan.
Sementara upaya yang akan dilakukan adalah menekan tingkat kehilangan air, penambahan sambungan langganan dan penyesuaian tarif dengan biaya penuh atau full cost recovery (FCR).
Menurut Haryadi, dukungan pemilik sudah cukup baik dibuktikan dengan telah dikeluarkannya surat pernyataan kesanggupan pembayaran utang pokok RDA dan DDI sebesar Rp22,4 miliar dari dana APBD tahun 2011. Namun, PDAM kurang mendapat dukungan dari legislatif, terutama mengenai tarif air minum yang FCR. (Ahmad Zazili-Majalah Perpamsi)

Jumat, Januari 08, 2010

Gubernur Hentikan Proyek Penampungan Air Tirta Tawar

Tak Miliki Dokumen Amdal
TAKENGON
- Gubernur Aceh Irwandi Yusuf memerintahkan agar proyek penampungan air bersih dan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tawar senilai Rp 14 miliar dihentikan. Pasalnya, proyek tersebut tidak mengantongi dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Perintah penghentian proyek penampungan air itu dikeluarkan oleh Gubernur Aceh dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Husni Bahri TOB SH MM MHum yang ditujukan kepada Pemkab Aceh Tengah sebagai pemrakarsa proyek pengadaan air bersih senilai Rp 14 miliar itu. Meskipun proyek itu sudah dihentikan oleh Gubernur Aceh, namun, pengerjaan proyek tersebut masih berlangsung hingga Kamis (7/1). Padahal, surat perintah pengehentian proyek penampungan air bersih yang terletak di Bur Mak Pedi, Kawasan Oregon, Kampung Mendale, Kebayakan itu dikeluarkan oleh Gubernur Aceh tanggal 26 November 2009 dan diteruskan ke Bupati Aceh Tengah tanggal 14 Desember 2009 lalu.

Dalam surat perintah penghentian proyek penampungan air PDAM Tirta Tawar, Nomor: 660/65903 tanggal 26 Nopember 2009 disebutkan, bak penampungan air di Bur Mak Pendi Kampung Mendale, Kecamatan Kebayakan, yang dikerjakan oleh PT Leven Kencana Utama telah menimbulkan keresahan masyarakat sekitar.

Surat Gubernur Aceh itu juga menyebutkan, proyek Penampungan Intake Tampung itu tidak memiliki dokumen lingkungan baik Amdal maupun UKL/UPL, sehingga harus dihentikan. Dokumen Amdal merupakan persayaratan utama untuk membangun proyek-proyek yang memiliki dampak lingkungan, dan harus dimiliki oleh pemrakarsa sebelum proyek itu dikerjakan.

Pada poin terakhir surat itu, Gubernur Aceh memerintahkan penghentian sementara pembangunan intake tampung air di Bur Mak Pendi Kampung Mendale Kecamatan Kebayakan sampai dilengkapi seluruh persyaratan yang menyangkut dokumen lingkungan. Ketua Umum Dewan Pengurus Wilayah (DPW) IKAPEDA Aceh Tengah, Nawawi, Kamis (7/1) mengatakan, sebagai pemrakarsa proyek, Pemkab Aceh Tengah tidak mengindahkan surat penghentian Pembangunan Intake Tampung di Bur Mak Pendi Kampung Mendale. Padahal, pembangunan instalasi pengolahan air itu membahayakan masyarakar sekitar.

Dikatakan Nawawi, pemrakarsa pembangunan intake air itu tidak pernah mengurus Dokumen Amdal kepada Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Aceh Tengah. “Meskipun ketiadaan Amdal proyek itu telah mencuat dua bulan lalu dan pernah diprotes oleh IKAPEDA Aceh Tengah, namun, pengerjaan proyek terus berlanjut,” katanya.

Seperti diberitakan Serambi sebelumnya, pembangunan bak panampungan air di Bur Mak Pendi, Kawasan Oregon Kampung Mendale Kecamatan Kebayakan tidak memiliki dokumen Amdal. Padahal, bangunan itu terletak pada sisi gunung dengan ketinggian sekitar 80 meter lebih dari pemukiman penduduk.

Turbin menyedot air dari Danau Laut Tawar dan memasukkan dalam bak penampungan di atas gunung itu. Pada bagian kaki gunung itu juga terdapat perkuburan umum. Dikhawatirkan bila bak penampungan itu pecah, maka air dalam bak penampungan akan menimpa pemukiman penduduk Kampung Mendale dan Kampung Jongok, Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah.

Dana proyek air bersih itu mencapai Rp 14 miliar, masing-masing bersumber dari APBN Rp 9 miliar dan APBK Aceh Tengah sebesar Rp 5 miliar. Direktur PDAM Tirta Tawar, Hidayat SE kepada Serambi, Kamis (7/1) mengatakan, bangunan Intake Tampung di Mendale belum diserahkan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU)Aceh Tengah kepada PDAM Tirta Tawar, sehingga masih tanggungjawab Dinas PU Aceh Tengah. “Masalah-masalah teknis bangunan intake air itu ditangani PU Aceh Tengah, sedangkan PDAM Tirta Tawar sebagai pengguna (user) hanya menerima bangunan yang sudah jadi,” ujar Hidayat.(min/c35)