Sabtu, Februari 13, 2010

Perlu Kebijakan Khusus Kelola Sumber Air Minum

AIR sumur warga di Kecamatan Jaya Baru, Syiah Kuala, Kuta Alam, Kuta Raja, dan Meuraxa dalam Kota Banda Aceh, belum layak dijadikan bahan baku air minum. Selain berasa payau (lagang), airnya juga mengandung unsur sodium nitrit (NO2) dan amonia (NH3) dalam kadar tinggi (melebihi baku mutu). Diketahuinya kadar nitrit dan amonia yang tinggi di sebagian sumur warga itu, setelah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh melakukan uji sampel air sumur penduduk pada sejumlah kecamatan di Kota Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh. “Hasil pengujian itu perlu segera kita informasikan agar diketahui publik,” kata Kepala Bapedal Aceh, Ir Husaini Samaun.

Ironisnya, di lima kecamatan yang air sumurnya belum layak dikonsumsi itu, jaringan air PDAM yang masuk ke rumah penduduknya justru masih sedikit dibanding empat kecamatan yang lain. Secara medis, bila termakan, terhirup, atau terpapar nitrit maupun amonia bisa menyebabkan manusia keracunan (pening, mual, dan muntah) merusak metabolisme tubuh, bahkan paling radikal bisa menyebabkan kematian, terutama pada bayi. Keadaan yang serupa dengan kelima kecamatan di Banda Aceh itu, sebetulnya juga terjadi di hampir semua pemukiman penduduk pesisir Aceh. Bahkan, di lokasi-lokasi tertentu kualitas airnya lebih buruk dibandingkan dengan kondisi yang ditemukan di Banda Aceh. Demikian juga PDAM-nya, kecuali Kabupaten Bireuen, yang lain semua tak mampu memproduksi air bersih sesuai kualitas dan kuantitas kebutuhan pelanggan.

Di pihak lain, polusi air tanah makin banyak terjadi, musim kemarau dan penghujan yang tidak teratur dan pengelolaan air tanah yang makin buruk menyebabkan sumbur air aman kian berkurang. Inilah yang sangat mengkhawatirkan. Data tentang konsumen air tanah di Aceh memang tidak ada, tapi secara nasional hampir 60 persen rumahtangga menggunakan air minum dari sumur, baik sumur bor/pompa, terlindung, atau tak-terlindung. Juga masih ada sekitar 6 persen rumahtangga memanfaatkan air sungai atau danau untuk sumber airnya. Jika terjadi polusi air atau polusi lainnya yang menyebabkan tidak sehatnya sumber air minum maka bisa dibayangkan kondisi kesehatan masyarakat ke depan.

Pengelolaan air tanah oleh masyarakat juga merupakan salah satu penyebab pencemaran air minum. Mungkin saja masyarakat tahu bahwa sumber air minum harus jauh dari tempat pembuangan tinja, tetapi sebagian besar rumahtangga hanya mempunyai luas tanah yang sempit sehingga persyaratan air minum aman terabaikan. Dengan demikian, kita sependapat bahwa pada akhirnya pengelolaan sumber air minum merupakan tanggung jawab semua pihak, pemerintah dan swasta yang mempunyai sumber modal harus membuat kebijakan yang lebih bersifat massal, sedangkan masyarakat harus menjaga lingkungan minimal di sekitar rumah untuk menyelamatkan sumber air yang aman.(Sumber : SerambiNews)

Tidak ada komentar: