Sabtu, Juli 31, 2010

DPRK: Tuntaskan Problem Air Bersih

SABANG - DPRK Sabang meminta Wali Kota menuntaskan berbagai persoalan menyangkut kualitas dan distribusi air bersih kepada masyarakat di kota itu. Permintaan itu merupakan satu dari sembilan butir rekomendasi DPRK Sabang, menanggapi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun 2009, dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRK setempat, Jumat (30/7) kemarin. Rekomendasi terhadap LKPJ Wali Kota tersebut disampaikan oleh Ketua DPRK Sabang, Abdul Manan. Dalam rekomendasi itu disebutkan, dewan menginginkan permasalahan kualitas dan distribusi air dari PDAM Tirta Aneuk Laot, tidak lagi menimbulkan masalah.

Meski Instalasi Air Pria Laot beroperasi sejak Mei lalu, distribusi air bersih di Kota Sabang hingga akhir Juli 2010 belum teratasi dengan baik. Dewan berharap, ke depan tak ada lagi masyarakat yang kecewa karena tidak mendapatkan sarana air bersih yang memadai. Apalagi, dana yang diplotkan untuk penanganan air bersih dalam APBK Sabang tahun 2010 mencapai Rp 3,5 miliar. Selain itu, dewan juga mendesak PDAM segera membangun instalasi pompa air, untuk menyuplai air bersih ke perumahan korban tsunami di Ujong Seukundor, Krueng Raya. Seperti diketahui, hingga kini PDAM masih menguji coba penyaluran air dari Pria Laot melalui Cot Damar ke kota. Proses ini tak berjalan mulus, karena warga di sepanjang lintasan pipa itu menuntut mendapatkan air. Pun begitu, PDAM sudah memasang pipa distribusi ke sejumlah rumah warga di kawasan itu.

Sembilan rekomendasi
Selain persoalan air bersih, DPRK Sabang juga menyampaikan delapan rekomendasi lainnya. Antara lain, dewan menilai penyampaian LKPJ terlambat. Berdasarkan PP Nomor 3 tahun 2007 pasal 17 ayat 1, LKPJ harus sudah disampaikan paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Dewan juga menilai LKPJ yang disampaikan Wali Kota MunawarLiza Zainal terlalu general. Kendati tingkat realisasi anggaran tahun 2009 relatif meningkat, namun di sektor publik seperti pos bantuan sosial, bantuan keuangan, dan Dana ADG tidak sepenuhnya dapat direalisasikan. Dewan juga meminta kebijakan mutasi di lingkungan Pemko Sabang harus mempertimbangkan aspek profesionalisme, efektivitas, dan bebas KKN.

Menanggapi rekomendasi dewan, Wali Kota Sabang Munawar Liza Zainal mengakui adanya keterlambatan penyerahan LKPJ tahun anggaran 2009. Hal itu, kata dia, terjadi karena Pemko lebih dulu mencocokannnya dengan hasil pemeriksaan BPK, agar ketika disampaikan ke dewan tidak terjadi selisih angka. “Ada sembilan rekomendasi yang disampaikan dewan. Masukan yang disampaikan kami nilai cukup positif, dan insya Allah akan kita tindak lanjuti. Semoga tahun ke depan akan lebih baik,” ujar Munawar.(fs)

Kamis, Juli 29, 2010

Pemkab Minta Aktivitas Pabrik Pengolah Batu Dihentikan

PDAM Lakukan Uji Air Krueng Meureubo
MEULABOH-Pemkab Aceh Barat meminta pihak pabrik penggilingan batu mengandung emas berskala besar di Masjid Tuha Kecamatan Meureubo agar menghentikan aktivitasnya sementara. Sebab, sejauh ini usaha tersebut belum memiliki izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) karena pabrik itu menggunakan zat merkuri.

Wakil Bupati Aceh Barat, Fuadri SSi Msi meminta pengelola usaha itu segera menghentikan aktivitas sementara waktu dan mengurus izin amdal ke dinas terkait sehingga keberadaan usaha tersebut tidak mencemari air Kroeng Meureubo yang hanya beberapa meter dari lokasi pabrik.

“Kita minta usaha itu segera dihentikan sehingga hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada masyarakat sekitar sebab air sungai itu adalah kebutuhan hari-hari penduduk,” ujar Fuadri kepada Serambi, Rabu (28/7).

Apalagi air krueng Meureubo selama ini juga menjadi sumber air yang dipasok ke PDAM Tirta Meulaboh sehingga perlu diambil langkah cepat. Pemkab bukan melarang pabrik itu beroperasi, tetapi penuhi dulu amdalnya sehingga tidak menjadi masalah, sebab bila sesudah diteliti pikak tidak mengizinkan di lokasi itu maka harus segera pindah ke lokasi yang diizinkan begitu juga sebaliknya bila izin amdal mengatakan boleh tidak menjadi masalah.

Fuadri juga mengaku sudah mendapat informasi bahwa masyarakat di sekitar wilayah itu atau penduduk yang menetap di sekitar aliran sungai (DAS) Krueng Meureubo resah dengan hadirnya pabrik yang beroperasi sudah tiga bulan terakhir sebab mereka hanya terpaut beberapa meter dari sungai.

Lakukan uji air
Sementara itu, Direktur PDAM Tirta Meulaboh, Chairuman SE secara terpisah menjawab Serambi, Rabu (28/7) mengatakan setelah mendengar ada pabrik pengolah batu emas menggunakan merkuri yang limbahnya menghalir ke Krueng Meureubo, pihaknya menurunkan petugas melakukan uji air. Ia juga cemas terhadap hal itu dan terus melakukan uji air sehingga akan diperoleh hasil sebab lokasi penggilingan itu juga tidak terlalu jauh dari sumber air yang dipasok ke PDAM.

Seperti diberitakan sebuah pabrik penggilingan batu mengandung emas yang dipasok dari Gunong Ujeuen, Aceh Jaya dan Sawang Aceh Selatan dibangun di Masjid Tuha Kecamatan Meureubo, Aceh Barat diduga mencemari lingkungan. Pasalnya bak penampungan limbah dan usaha hanya terpaut lima meter dari aliran sungai terlebih zat yang digunakan untuk penggilingan adalah merkuri.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dan Kebersihan dan Pertamanan (Bapedal dan KP) Aceh Barat, Marlianyah mengatakan pihak mereka sudah mendapat laporan dari masyarakat tentang kehadiran pabrik penggilingan batu di wilayah itu. “Setelah kita terima laporan langsung kita turun ke lapangan,” ujar Marliansyah. Muliyadi mengakui, sejuah ini pabrik penggilingan batu emas itu belum mengantongi analisis mengeni dampak lingkungan (amdal), sehingga belum diketahui apakah kehadiran ppabrik itu merusak lingkungan.(riz)

Selasa, Juli 20, 2010

Warga Jangkabuya Dambakan Air Bersih

MEUREUDU-Sejumlah desa pesisir pantai Kecamatan Jangkabuya dan Ulim, Pidie Jaya (Pijay) hingga kini belum dialiri air bersih. Akibatnya, warga menggunakan air sumur, sementara untuk minum terpaksa membelinya.

Fenomena yang sudah berkalang tahun itu, tampaknya kurang mendapat perhatian pemerintah, terutama dinas terkait. Penduduk dibiarkan menggunakan air lagang (setengah asin) untuk berbagai keperluan. Kalau pun ada sumur yang airnya dapat diminum, jumlahnya sangat terbatas. Untuk mengangkutnya, ditempuh lumayan jauh.

Di Jangkabuya, desa yang belum ada air bersih, antara lain Gampong Jurong Ara, Jurong Teungoh, dan Jurong Minje. Sementara Ulim, meliputi Desa Masjid Ulim Baroh, Bueng, Geulanggang, dan Tijien Usen. Sedikitnya 1.500 KK (kepala keluarga) setempat mengeluh ketiadaan air bersih. Kondisi terparah diami pascatsunami, dimana warga sepanjang pesisir pantai di dua kecamatan tersebut mengharpkan bantuan pemerintah.

Seperti dilaporkan Keuchik Jurong Ara, Anwar Taib. Kendala utama yang dialami desa berpenduduk 180 KK itu adalah menyangkut air bersih. Masyarakat sudah berkalang tahun menggunakan air lagang dari sumur galian untuk berbagai keperluan, selain untuk minum. “Untuk minum, kami harus beli dengan jerigen atau galon. Per-bulan, rata-rata harus mengeluarkan uang Rp 30.000,” papar Anwar.

Untuk mencuci pakaian, sambung Ramli Ahmad, salah seorang Tuha Peuet, ibu-ibu di sana menggunakan air sumur. Atau kalau kebetulan lagi musim turun ke sawah, hampir setiap pagi mereka berjejer sepanjang saluran mencuci pakaian. Kondisi serupa juga dialami penduduk di dua desa tetangganya.

Menurut sejumlah warga, pihak desa sudah berulangkali melaporkan keluhan itu kepada pemerintah melalui camat setempat. Namun, belum juga ada tanda-tanda untuk ditindaklanjuti. Jalur induk untuk pendistribusian air ke desanya, memang sebagian sudah lama dipasang. Tapi, air tak kunjung tiba setetes pun. “Sampai kapan kami harus menunggu adanya air bersih,” kata seorang ibu rumah tangga.

Kondisi terparah juga dialami ratusan penduduk Kemukiman Ulim Baroh, meliputi Desa Bueng, Geulanggang, dan Tijien Usen. Masyarakat di sana, terutama kaum ibu pada sore hari beramai-ramai mendatangi sumur yang airnya dinilai bisa untuk diminum. Keuchik Geulanggang, M Gade yang ditanya Serambi melalui ponselnya kemarin, membenarkan semua warganya yang berjumlah sekitar 265 KK, belum pernah menikmati air bersih. Warga miskin terpaksa harus mengambil air sumur tua di meunasah desa setempat. Pemerintah, dalam hal ini Distamben (Dinas Pertambangan dan Enegi) Aceh, sudah pernah menggali sumur bor beberapa tahun silam, tapi sial airnya setetes pun tak keluar.

Catatan Serambi, selain Desa Geulanggang, pemerintah juga pernah menggali sumur bor di Gampong Bueng (tetangga Geulanggang). Tapi nasibnya juga begitu. Kedua sumur bor itu kini hanya jadi barang onggokan.(ag)

Kamis, Juli 15, 2010

Renstra Air Minum Disosialisasikan

LANGSA - Rencana Strategis (Renstra) Program Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kabupaten Aceh Timur, Senin (12/7) disosialisasikan di aula Bappeda setempat. Rentra itu bertujuan untuk membantu terwujudnya sarana dan prasarana air minum dan penyehatan lingkunggan di Kabupaten Aceh Timur secara optimal. Termasuk berbagai macam aspek pendukung, berupa teknis, kelembagaan, pembiayaan, sosial dan lingkungan hidup.

Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Timur, Syaifannur, SH MM, ketika membuka acara Sosialisasi dan Penyususnan Renstra Program Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) menjelaskan, pemerintah daerah sangat menyambut baik program tersebut, sehingga sasaran yang akan dicapai dalam program ini menjadi tangungjawab bukan saja pemerintah, akan tetapi juga masyarakat serta seluruh stakeholders di Kabupaten Aceh Timu.

“Sebab, pembangunan sarana dan prasarana harus mulai menempatkan masyarakat sasaran sebagai subyek pembangunan. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memahami dan terlibat dalam proses pembanguan sebagai akuntabilitas,” katanya.(is)

Selasa, Juli 13, 2010

Warga Plimbang Konsumsi Air Keruh

BIREUEN – Hingga kini jaringan PDAM Mon Peusangan Bireuen belum tersambung ke sejumlah desa di Kecamatan Plimbang, kabupaten setempat. Akibatnya, warga di kawasan itu terpaksa mengonsumsi air sumur berwarna kuning dan keruh. “Air sumur di daerah kami berwarna kuning dan keruh, sehingga tak layak dikonsumsi. Namun karena daerah kami sampai sekarang belum ada jaringan PDAM, kami terpaksa mengonsumsi air sumur yang keruh itu,” kata Sulaiman, warga Keude Plimbang kepada Serambi, Senin (12/7). Kepala SMA Plimbang, Razali juga mengatakan di sekolahnya juga belum ada jaringan PDAM sehingga siswa terpaksa menggunakan air sumur yang warnanya kuning.

Beberapa warga lain mengatakan, jaringan PDAM baru tersambung ke Desa Seuneubok Seumawe dan beberapa desa lainnya, sementara di kawasan Keude Plimbang dan sekitarnya belum ada. Karenanya, warga setempat mengharapkan Pemda Bireuen segera membangun pipa PDAM ke daerah mereka sehingga kebutuhan air bersih terpenuhi.

Direktur PDAM Mon Peusangan, Isfadli Yahya, yang dikonfirmasi kemarin mengakui jaringan PDAM ke Kecamatan Plimbang belum seluruhnya tersambung. “Hanya sampai kawasan Simpang Nalan dan Seuneubok Seumawe yang sudah tersambung, sedangkan lainnya belum,” ujar Isfadli.

Ditanya kapan jaringan PDAM daerah itu akan dibangun pihaknya, Isfadli mengatakan dalam beberapa bulan ke depan pihaknya belum bisa memastikan kapan jaringan PDAM ke kawasan Peudada dibangun. Karena, menurutnya, hal tersebut sangat tergantung ada tidaknya bantuan dari APBK Bireuen untuk pengadaan pipa dan kebutuhan lain terkait pembangunan jaringan PDAM. “Kami harap warga bersabar, mungkin tahun depan hal itu bisa direalisasikan,” harapnya.(yus)